Rabu, 30 Oktober 2013

Isolasi Flavonoid Pada Dandang Gendis

Dandang gendis (Clinacanthus nutans) merupakan tanaman obat yang terkenal di Thailand (dikenal sebagai phaya yaw di Thailand) dan digunakan untuk mengobati berbagai gejala penyakit seperti infeksi herpes. Ekstrak etanolnya dapat melawan hemolisis terinduksi radikal bebas (sebagai antioksidan)(Pannangpetch et al. 2007). Ekstrak etanol daunnya dengan dosis tertinggi (1.3 g/kg) yang diberikan secara oral terhadap tikus tidak menunjukkan tanda-tanda toksisitas akut (Chavalittumrong et al 1995).  Selain itu, ekstrak daunnya dilaporkan memiliki aktivitas analgesik dan anti inflamasi, aktivitas antivirus terhadap virus varicella-zoster, dan herpes simplex virus type-2 (Sakdarat et al. 2006). Penelitian efek fisiologis terhadap dandang gendis menunjukan bahwa ekstrak air daun dandang gendis dapat menurunkan gula darah hewan coba dengan menggunakan metode toleransi glukosa dengan keaktifan sebesar 64.77% dibandingkan tolbutamid (Nurulita et al. 2008). Investigasi fitokimia dan kimia yang dilakukan terhadap dandang gendis mengindikasikan terdapat stigmasterol, lupeol, β-sitosterol, dan belutin. Enam senyawa C-glikosil flavon, viteksin, isoviteksin, shaftosida, isomolupentin-7-Oβ-glukopiranosida, orientin, isoorientin, lima senyawa glikosida mengandung sulfur, dua glikogliserolipid, suatu campuran dari 9 serebrosida, dan suatu monoasilmonogalatosilgliserol telah diisolasi dari dandang gendis (Sakdarat et al. 2006).


Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos , bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpn di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola.
Fungsi
 
 Flavonoid berlimpah dalam sel fotosintesis sehingga banyak tersebar dalam tanaman. Pada daun senyawa ini dipercaya dapat meningkatkan ketahanan fisiologis tanaman misalnya ketahanan terhadap kapang patogen dan radiasi UV-B. Struktur dasar dari senyawa flavonoid adalah 2-fenil-benzo[α[piran atau inti flavan yang terdiri atas dua cincin benzena dan terhubung melalui cincin piran heterosiklik. Flavonoid dapat diklasifikasikan berdasarkan asal biosintesisnya. Beberapa kelas seperti kalkon, flavanon, flavan-3-ol, dan flavan-3,4-diol, semuanya merupakan produk biosintesis yang terakumulasi dalam jaringan tumbuhan. Kelas lain yang hanya dikenal sebagai produk akhir dari biosintesis misalnya antosianidin, proantosianidin, flavon, dan flavonol. Dua kelas tambahan dari flavonoid yaitu isoflavon dan isoflavonoid terkait diperoleh dari isomerisasi rantai samping 2-fenil dari flavanon ke posisi 3. Neoflavonoid dibentuk melalui isomerisasi dari posisi 4. Flavonoid memiliki banyak kegunaan seperti aktivitas anti inflamasi, aktivitas oestrogenik, inhibisi enzim, aktivitas anti mikroba, anti alergi, anti oksidan, aktivitas vaskular, dan aktivitas sitotoksik anti tumor (Chusnie et al. 2005). Pengaturan sintesis enzim yang mengontrol biosintesis flavonoid dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti cahaya, patogen, dan bakteri simbiotik (Mahajan et al. 2011).
 
Mula-mula ekstrak etanol daun dandang gedis yang telah tersedia dimasukan ke dalam corong pisah hingga sepertiga volumenya. Kemudian etanol ditambahkan ke dalam corong pisah hingga setengah volumenya. Setelah itu sebanyak 50 mL n-heksana dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian, ekstrak etanol daun dandang gendis tersebut diekstraksi dengan n-heksana. Ekstraksi dengan n-heksana ini dilakukan triplo. Lapisan n-heksana kemudian dipisahkan dari ekstrak etanol. Setelah itu, ekstrak etanol direfluks dengan 100 mL HCl 2N pada suhu 100 °C selama 60 menit. Ekstrak daun yang terhidrolisis kemudian didinginkan dan dipindahkan ke dalam corong pisah. Setelah itu, sebanyak 50 mL etil asetat ditambahkan ke dalam corong pisah lalu diekstraksi sebanyak 3 kali. Fraksi etil asetatnya kemudian dipisahkan dan dipkatkan hingga cukup pekat.

Flavonoid merupakan senyawa fenol sehingga dapat larut dalam air. Senyawa golongan ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi atau pelarut non polar lain seperti n-heksana (Harborne 2006). Etanol lebih digunakan untuk mengekstraksi daun dandang gendis dibandingkan kloroform terkait dengan kepolarannya dan tingkat bahayanya (kloroform bersifat karsinogen). Etanol 70% lebih bersifat polar dibandingkan kloroform untuk mengekstak dan mengisolasi senyawa flavonoid yang juga bersifat polar dengan sejumlah gugus hidroksil, baik yang terikat maupun yang tidak terikat gula (Markham 1988). Selain itu, aktivitas antioksidan tanaman obat dalam etanol 70% lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa pelarut lainnya (Macari et al 2006). Seharusnya maserasi dilakukan berulang kali hingga filtrat tidak berwarna hijau lagi sehingga dapat dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi (Harborne 2006).
 
Setelah maserasi dilakukan, ektrak etanol daun dandang gendis kemudian dipartisi cair-cair dengan n-heksana untuk menghilangkan lipid seperti yang dinyatakan sebelumnya bahwa daun dandang gendis mengandung β-sitosterol dan stigmasterol yang termasuk steroid. Setelah partisi cair-cair ini dilakukan  ektrak etanol kemudian dihidrolisis asam selama 60 menit. Hidrolisis asam ini bertujuan memecah flavonoid ke dalam bentuk aglikonnya dan memutus gula dari aglikon flavonoid. Aglikon umumnya memiliki daya antioksidan dan penangkap radikal lebih tingi daripada glikosida flavonoid karena pada glikosida flavonoid gugus hidroksil fenolik yang merupakan gugus aktif antioksidan ataupun penangkap radikal telah mengikat gugus gula (Cholisoh&Utami 2008). Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid  yang mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Harborne 2006). Hasil hidrolisis kemudian dipartisi dengan etil asetat untuk memisahkan aglikon flavonoid dari gulanya sehingga aglikon flavonoid akan berada dalam fraksi etil asetat, sedangkan gulanya akan berada dalam fraksi air (Markham 1988).
 
Permasalahan:
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon.
Yang menjadi pertanyaan saya apakah ada perbedaan signifikan dalam proses isolasi dan pemilihan pelarut dari ketiga kelompok Flavonoid ini? Jelaskan jawaban anda.
Flavonoid yang terkandung dalam tumbuhan dapat diekstraksi dengan berbagai macam pelarut. Pemilihan pelarut biasanya didasarkan atas kepolaran pelarut yang disesuaikan dengan flavonoid. Flavonoid bersifat polar sehinggan mudah larut dalam pelarut polar seperti: air, etanol, aseton, butanol, dll. Flavanoid adalah senyawa yang dapat menguap dengan mudah jika berada dalam kondisi murni. - See more at: http://www.kamuslife.com/2012/05/senyawa-flavanoid-pengertian-dan.html#sthash.mguIm0tg.dpuf Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon.
Flavonoid yang terkandung dalam tumbuhan dapat diekstraksi dengan berbagai macam pelarut. Pemilihan pelarut biasanya didasarkan atas kepolaran pelarut yang disesuaikan dengan flavonoid. Flavonoid bersifat polar sehinggan mudah larut dalam pelarut polar seperti: air, etanol, aseton, butanol, dll. Flavanoid adalah senyawa yang dapat menguap dengan mudah jika berada dalam kondisi murni. - See more at: http://www.kamuslife.com/2012/05/senyawa-flavanoid-pengertian-dan.html#sthash.mguIm0tg.dpuf

Minggu, 27 Oktober 2013

Penentuan Struktur Terpenoid



Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah (C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya.

Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri berasal dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa teresbut adalah golongan terpenoid.
Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organic yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hydrogen atau karbon, hydrogen dan oksigen. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuhan adalah destilasi. Dimana, uap air dialirkan kedalam tumpukan jaringan tumbuhan sehingga minyak atsiri tersuling bersama-sama dengan uap air. Setelah pengembunan, minyak atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari air yang selanjutnya dapat dikumpulkan. Minyak atsiri terdiri dari golongan terpenoid berupa monoterpenoid (atom C 10) dan seskuiterpenoid (atom C 15).

Teknik penentuan struktur yang umum digunakan pada senyawa terpen:
a. Spektroskopi UV => merupakan metode yang akam memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa organik dan membedakan senyawa aromatik atau senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi dengan senyawa alifatik rantai jenuh.
b. Spektroskopi IR => metode yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik, yang mana gugus fungsi dari senyawa organik akan dapat ditentukan berdasarkan ikatan dari tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik.
c. Nuklir Magnetik Resonansi Proton (NMR) => metode ini akan mengetahui posisi atom-atom karbon yang mempunyai proton atau tanpa proton. Di samping itu akan dikenal atom-atom lainnya yang berkaitan dengan proton.
d. Spektroskopi massa => mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion molekul yang menghasilkan pecahan-pecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m/z dari masing-masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen-fragmen dengan terjadinya pemutusan ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan kerangka struktur senya yang diperiksa.

Penentuan Struktur Senyawa Terpen Pada Kulit Batang Tumbuhan Kecapi
Isolasi serbuk kering kulit batang tumbuhan kecapi (2,5 kg) menggunakan metoda maserasi dengan pelarut heksan pada suhu kamar selama 4 x 72 jam, kemudian ekstrak heksan yang diperoleh dilakukan evaporasi memakai penguap vakum (rotary evaporator) diperoleh ekstrak kering heksan sebanyak 38 g. Selanjutnya ampas direndam kembali dengan pelarut etil asetat pada suhu kamar selama 4 x 72 jam, kemudian ekstrak etil asetat yang diperoleh dilakukan evaporasi dan diperoleh ekstrak kering etil asetat sebanyak 102 g.
Hasil pemurnian 15 g ekstrak etil asetat dengan metoda kromatografi kolom gravitasi dan pengelusian dilakukan secara bergradien menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan metanol diperoleh 485 vial/10 mL. Selanjutnya setelah vial dikeringkan, pada dinding vial nomor 57 terbentuk kristal berwarna putih kekuningan. Kemudian vial nomor 57 dianalisis dengan KLT dan terdapat noda tunggal. Kemudian dilanjutkan dengan pencucian dengan heksan diperoleh kristal murni berwarna putih berbentuk jarum sebanyak 32 mg.
Sebelum dilakukan elusidasi struktur senyawa hasil isolasi dengan spektroskopi terlebih dahulu dilakukan identifikasi dengan menggunakan pereaksi Liebermann-burchard, hasil identifikasi terbentuk bercak warna merah, hal ini menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa golongan triterpenoid. 
Pengukuran titik leleh senyawa hasil isolasi adalah 224 -226 oC , dengan range titik leleh 2 oC mengindikasikan bahwa senyawa hasil isolasi relatif murni. 
Senyawa golongan triterpenoid jarang yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis disebabkan karena strukturnya yang tidak menyerap sinar UV-Vis (Kristanti dkk, 2008). Gambar spektrum ultra violet senyawa hasil isolasi menunjukkan, lmax (log e, nm ): 203 nm. Dari data tersebut menunjukan bahwa senyawa hasil isolasi adalah golongan triterpenoid.
Spektrum IR memperlihatkan pita serapan yang melebar pada bilangan gelombang, u max      : 3453 cm-1 , mengindikasikan adanya gugus hidroksil, pita serapan pada bilangan gelombang, u   max     : 2930 cm-1, merupakan serapan dari C-H alifatik, pita serapan pada bilangan gelombang, u max : 1691 cm-1, merupakan serapan dari C=O dari asam karboksilat yang diperkuat dengan adanya pita serapan pada bilangan gelombang, u m ax : 1114 cm-1, pita serapan pada bilangan gelombang, u   max   : 1454 cm-1 CH2 dan pita serapan pada bilangan gelombang, u max : 1384 cm-1 merupakan serapan dari C-H tekuk dari geminal dimetil yang merupakan ciri khas senyawa triterpenoid yang mendukung data spektroskopi ultra violet. 



Masalah:
Berdasarkan artikel yang telah saya kemukakan diatas, Nuklir Magnetik Resonansi Proton (NMR) akan mengetahui posisi atom-atom karbon yang mempunyai proton atau tanpa proton. Di samping itu akan dikenal atom-atom lainnya yang berkaitan dengan proton.Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan untuk mengetahui jumlah proton dan jenis proton dari senyawa hasil isolasi? Selanjutnya, bagaimana Spektrum NMR-HMBC memberikan konfirmasi letak proton terhadap karbon?

Kamis, 03 Oktober 2013

Struktur dan Reaktivitas Terpenoid

Terpen-terpen adalah suatu golongan senyawa yang sebagian besar terjadi dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Hanya sedikit sekali terpen-terpen yang diperoleh dari sumber-sumber lain.

Monoterpen-monoterpen dan seskuiterpen adalah komponen utama dari minyak menguap atau minyak atsiri. Minyak menguap ini diperoleh dari daun atau jaringan-jaringan tertentu dari tumbuh-tumbuhan atau pohon-pohonan. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap, sehingga ia mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara yang paling popular untuk memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuh-tumbuhan ialah penyulingan. Senyawa-senyawa di dan triterpen tidak dapat diperoleh dengan jalan destilasi uap, tapi diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan tanaman karet atau resin dengan jalan isolasi serta metoda pemisahan tertentu.



Secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H dengan rumus molekul umum (C5H8)n.

Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.

Nama
Rumus
Sumber
Monoterpen
C10H16
Minyak Atsiri
Seskuiterpen
C15H24
Minyak Atsiri
Diterpen
C20H32
Resin Pinus
Triterpen
C30H48
Saponin, Damar
Tetraterpen
C40H64
Pigmen, Karoten
Politerpen
(C5H8)n  n  8
Karet Alam


Dari rumus di atas sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan selanjutnya menunjukan pula bahwa sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C5 yang disebut unit isopren. Unit C5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya seperti senyawa isopren. Wallach (1887) mengatakan bahwa struktur rangka terpenoid  dibangun oleh dua atau lebih molekul isopren. Pendapat ini dikenal dengan “hukum isopren”.

Ingold (1925) mengatakan pula bahwa isopren unit yang terdapat di alam  masing-masing bergabung dengan ikatan “head to tail” yang bahagian ujung suatu molekul berikatan dengan bagian kepala molekul isopren lainnya.    

Beberapa contoh terpenoid :
Monoterpen :
Seskuiterpen :
Politerpen :
 
 Terpenoid Tak Teratur :
  

Kecuali pernyataan di atas, senyawa-senyawa lain yang mempunyai struktur sejenis dengan dipenten ditemukan pula secara luas dalam berbagai minyak atsiri. Akan tetapi, kelemahan utama dari hipotesis ini ialah bahwa isopren tidak pernah ditemukan di alam dan hanya dapat diperoleh dari pirolisa monoterpen tertentu.

Usaha untuk menemukan senyawa isopren biologis yang sesungguhnya digunakan oleh organisme untuk sintesa terpenoid dilakukan oleh banyak peneliti selama bertahun-tahun. Masalah ini akhirnya dapat diselesaikan oleh J.W. Cornforth pada tahun 1959 dari penyelidikan-penyelidikannya dibidang steroid. Conforth menemukan dua bentuk isoprene yang aktif, yakni isopentenil pirofosfat (IPP) dan dimetilalil pirofosfat (DMAPP). Kedua isopren aktif ini harus ada untuk keperluan sintesa terpenoid oleh organisme.

Penyelidikan-penyelidikan selanjutnya oleh para ahli menunjukan bahwa IPP dan DMAPP berasal dari asam mevanolat. Selanjutnya diketahui pula bahwa satu-satunya sumber karbon bagi asam mevanolat, begitu pula IPP dan DMAPP ialah asam asetat atau turunannya yang aktif, yakni asetil pirofosfat. Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid, pada waktu ini sudah diketahui dengan baik dan tercantum pada Gambar 2.

Seperti dapat dilihat dari Gambar 2, asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevanolat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepada ke-ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang sama seperti antara IPP dan DMAPP, menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara atau satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama pula.

Bila reaksi organik sebagaimana tercantum dalam Gambar 2 ditelaah lebih mendalam, ternyata bahwa sintesa terpenoid oleh organisme adalah sangat sederhan a sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.
Klik gambar untuk memperbesar

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa pembentukan senyawa-senyawa monoterpen dan senyawa terpenoida berasal dari penggabungan 3,3 dimetil allil pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.

 
 
 Dari bahan asal yang sama juga dibentuk :


Semua senyawa di atas banyak terdapat dalam minyak atsiri.

Permasalahan: Mengapa pada senyawa terpenoid dalam beberapa liteletur dikatakan bahwa terpenoid adalah senyawa yang sulit dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya? 
Conforth menemukan dua bentuk isoprene yang aktif, yakni isopentenil pirofosfat (IPP) dan dimetilalil pirofosfat (DMAPP). Kedua isopren aktif ini harus ada untuk keperluan sintesa terpenoid oleh organisme. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya. Apakah ada perbedaan kereaktifan terpenoid yang dihasilkan dari penggunaan reaksi tersebut?