Senin, 09 Desember 2013

MID SEMESTER



UJIAN MID SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM
Dosen Pengampu Mata Kuliah Kimia Bahan Alam:  Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU UJIAN: 3-10 Desember 2013 



PETUNJUK : Ujian ini open book. Tapi tidak diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka anda dinyatakan GAGAL. Jawaban anda diposting di blog masing-masing
 
1. Cari diartikel tentang teknik identifikasi dari suatu senyawa terpenoid. Mengapa dengan reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti flavonoid, alkaloid, atau fenolik lain.

Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu :

a.       Sokletasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.

b.      Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n–heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.

Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis. Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi gas – spektroskopi massa.

Hasil ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrakn-heksana pada kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak nheksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrakn-heksana hasil maserasi. Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Muller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C. suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Muller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidikapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standartetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.


Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi yang dipaparkan pada Tabel 1.

No
Fraksi
Jumlah Noda
Rf
Warna Ekstrak
1
A
1
0,725
Kuning
2
B
2
0,690 dan 0,600
Kuning muda
3
C
1
0,580
Kuning muda

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitu memberikan warna merah muda (positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif triterpenoid) pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi Lieberman-Burchard. Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setatanhidrat dan asam sulfat pekat. Hasil ini dipaparkan pada Tabel 2.

Nama Fraksi
Warna larutan sebelum direaksikan dengan pereaksi Liberman-Burchad
Warna larutan setelah direaksikan dengan pereaksi Liberman-Burchad
Keterangan
Fraksi A
Kuning
Merah  muda
Positif terpenoid (diterpenoid)
Fraksi B
Kuning muda
Hijau kebiruan
Negative terpenoid (steroid)
Fraksi C
Kuning muda
Ungu muda
Positif terpenoid(triterpenoid)

Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri. Dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya hambat yang lebih baik sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan noda tunggal. Hal ini dapat dikatakan fraksi A relative murni secara KLT. Isolat yang relatif murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan aktif antibakteri yang menunjukkan terdapatnya dua buah puncak dengan waktu retensi berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data di atas senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa.
Setelah difragmentasi, struktur phytadiene mengikuti pola fragmentasi senyawa pada puncak I, dengan demikian senyawa pada puncak I diduga sebagai senyawaphytadiene berdasarkan data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara senyawa puncak I dengan phytolphytadiene dan dodekane.
Berdasarkan data hasil penelusuran internet, terdapat struktur senyawa yang memiliki berat molekul m/z 336 dengan gugus dan pola fragmentasi yang memenuhi gugus dan pola fragmentasi senyawa pada puncak II, senyawa tersebut adalah 1,2-seco-cladiellan. Berdasarkan data di atas ditarik suatu kesimpulan yaitu senyawa puncak II diduga sebagai senyawa 1,2–secocladiellan, karena struktur senyawa ini memenuhi pola fragmentasi senyawa puncak II.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman- Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.

 (Tiara Nur Shinta. 27 November 2012. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpenoid. http://tiarashinta2.blogspot.com/2012/11/isolasi-dan-identifikasi-senyawa.html, diakses 7 Desember 2013)


2. Dengan cara yang sama cari teknik isolasi tentang senyawa terpenoid. Jelaskan dasar ilmiah penggunaan pelarut dan teknik-teknik isolasi dan purifikasi.
Isolasi adalah proses pemisahan komponen – komponen kimia yang terdapat suatu bahan organisme. isolasi terdiri dari pemisahan , pemurnian , identifikasi dan penetapan . salah satu cara isolasi umum digunakan adalah kromatografi . pemisahan dari kromatografi ini didasarkan pada sifat adsorbsi atau partisi dari senyawa yang dipisahkan terhadap adsorben dan cairan pengulasi .

Kromatografi adlah cara pemisahan komponen dalam sediaan secara penyarian berfraksi , penyerapan , penukar ion pada zat berpori , atau dengan menggunakan cairan atau gas pengalir . pemisahan terjadi karena komponen cuplikan bergerak dengan jarak yang berbeda yang di sebabka oleh perbedaan retensi komponen yang dipisahkan . terjadinya pemisaha komponen yang disebabkan oleh adanya perbedaan distribusidi antara dua fasa , yaitu fasa diam dan fasa bergerak.

Beberapa teknik kromatografi yang sering dilakukan adalah kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom biasa, kromatografi kolom vakum cair, dan kromatografi gais-cair.

Teknik isolasi terpenoid meliputi empat tahap pengerjaan yaitu ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan karakterisasi.

a. Ektraksi

sampel daun direndam (maserasi ) dengan menggunakan metanol + 3-4 hari. Setelah itu maserat yang diperoleh dikumpulkan, disaring, dan dipekatkan dengan penguap bertekanan rendah hingga diperoleh residu yang kering. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dipartisi dengan menggunakan etil asetat : air = 1 :1 sebanyak 3 kali menghasilkan 2 fase yaitu fase etil asetat dan fase air. Selanjutnya dilakukan uji reaksi liberan buchard terhadap kedua fase. Dari uji kedua fase diketahui fase etil asetat yang lebih memberikan hasil positif atau yang mengandung senyawa terpenid. Kemudian dilakukan evaporasi terhadap fase vetil asetat sehingga diperoleh ekstrak kental.

b. Fraksinasi.

Pada tahap ini dilajutkan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan beberapa campuran pelarut yang dilakukan terhadap ekstrak etil asetat untuk melihat komposisi dan sistem pelarut yang tepat yang akan digunakan dalam fraksinasi pada kromatografi kolom. Sistem pelarut antara lain : n-heksan : etil asetat = 2 : 1, metanol : air = 5 : 1, kloroform : metanol : air= 7 : 3 : 1. setelah diuji hasil KLT dan diperoleh sistem pelarut- ekstrak yang tepat , selajutnya dilakukan pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak dengan kromatografi kolom. Sampel ekstrak yang mungkin selanjutnya dilarutkan dengan kloroform untuk dihomogenkan dan setelah cukup kering dimasukkan kedalam kolom danm dielusi dengan campuran n-heksan : etil asetat menurut kenaikan gradien poleritas pelarut, mulai dari perbandingan 10 :1 sampai dengan 1 :1. selanjutnya dilakukan kromatohgrafi lapis tipis terhadap masing-masing komponen sehingga dihasilkan beberapa macam fraksi. Fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama digabung menjadi satu fraksi.

c. Pemurnian

Fraksi yang telah dikumpulkan tadi, selajunya diuapkan kemudian dilakuakan rekristalisasi. Padatan komponen tersebut dilarutkan dengan pelarut methanol pada suhu 50o C, kemudian disaring dengan corong buchner selagi panas. Jika larutan berwarna, ditambahkan norit 1-2% dari berat padatan komponen tadi, kemudian disaring kembali dan filtratnya didinginkan dalam air es sampai terbentuk kristal.

d. Karakterisasi

kristal yang diperoleh uji kemurniannya dengan kromatografi lapis tipis dalam eluen n-heksan : etil asetat (2:1) dilanjutkan dengan pengujian titik leleh dan diidentifikasi dengan uji pereaksi Liberman – Buchard. 

  Kaidah-kaidah pokok dalam memilih pelarut :
·         Pelarut mudah dipisahkan dari zat terlarut
·         Pelarut tidak bereaksi dengan zat terlarut melalui segala cara.
·         Pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan tidak  berbahaya atau beracun.
·         Memiliki titik didih yang tepat
Contoh pelarut yang biasa digunakan dalam isolasi senyawa bahan alam (flavonoid, alkaloid, steroid/terpenoid) yaitu :
kloroform, n-butanol, etil asetat, n-heksan, metanol, diklorometana, dietil eter dll.

Pada isolasi dan purifikasi terpenoid digunakan pelarut kloroform. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air.
Untuk Terpenoid
Kita ketahui bahwa terpenoid ini memiliki sifat kutub sehingga dapat digunakan pelarut yang bersifat semi-polar atau polar yaitu.
Contohnya:

1.       Pelarut yang bersifat polar
Pelarut polar ini cocok untuk mengekstraksi senyawa polar dari tanaman.
Contohnya:
a)      Metanol
b)      Etanol
c)       Asam asetat
d)      Air

2.       Pelarut yang bersifat semi-polar
Pada pelarut ini kepolarannya lebih rendah dibandingkan dengan pelarut polar, sehingga pelarut semi polar ini cocok digunakan untuk senyawa yang bersifat semi polar pula dari tanamn tersebut.
Contohnya:
a)     Kloroforom
b)      Aseton asetat

3.   Pelarut yang bersifat non-polar
Pada pelarut ini, bearti senyawa yang diekstrak tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa yang diekstrak lebih menuju kepada jenis minyak sehingga pelarut yang digunakan cocok yaitu pelarut non-polar.
Contohnya:
a)      Eter
b)      Heksana

Alasan Penggunaan Ekstraksi dan Maserasi:
1.      Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).
2.      Tujuan
Ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran yang disebut sebagai pemurnian dan untuk mengetahui keberadaan zat dalam suatu sampel ( analisa labolatorium ).
Secara umum, terdapat empat kondisi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1.      Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2.      Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.
3.      Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4.      Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
3.      Teknik Ekstraksi
Teknik ekstraksi pada komponen kimia dalam sel tanaman ialah menggunakan pelarut organik yang akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
    Ekstraksi dengan temperatur dingin
a)      Metode maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan.  Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.  Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut.  Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain, waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
(http://buyungchem.wordpress.com/isolasi-senyawa-terpenoid/)

 

3. Pelajari cara sintesis suatu terpenoid. Identifikasi sekurang-kurangnya 5 jenis reaksi organik yang terkait dengan biosintesis tersebut. Jelaskan reaksinya.

Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprene (C5)yang bergandengan dalam model kepala ke ekor, sedangkan unit isoprene diturunkan dari metabolism asam asetat oleh jalur asam mevalonat (MVA). 
Adapun reaaksinya adalah sebagai berikut: Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu: 
1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-. sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.

(Nursa'id Fitria. Terpenoid. 30 juni 2013. http://www.slideshare.net/fitriasaid/terpenoid . diakses 7 Desember 2013)

Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid adalah asam asetat, setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. 


Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforialsi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP) oleh enzim isomeriasi. 


IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isoprene untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan electron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan electron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu unti IPP dan GPP dengan menaisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid.
 

Senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut:

Rahmanbrar09. 29 September 2013. Mevalonate pathway. http://www.slideshare.net/ramanbrar09/mevalonate-pathway?from_search=10, Diakses 7 Desember 2013)
 Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.



 Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa pembentukan senyawa-senyawa monoterpen dan senyawa terpenoida berasal dari penggabungan 3,3 dimetil allil pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.




Konversi genanyl-PP ke monoterpenes  Limonene & a-Terpineol


Reaksi ini menunjukkan PP geranyl  prekursor yang dilipat dalam gambar mengalami Reaksi karbokation analog kemudian akan menjelaskan produksi atau pembentukan cincin heterosiklik dalam konversi α-terpineol ke monoterpen.


 (Dharma. 3 Agustus 2013. Makalah alkaloid dan terpenoid. http://www.slideshare.net/dharma281276/makalah-alkaloiddanterpenoid, Diakses 7 desember 2013)


4. Salah satu bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormon laki-laki dan perempuan (testosteron dan estrogen). Jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai hormon baik pada testosteron maupun estrogen.
Hormon seks
Hormon seks yang termasuk dari kalangan hormone steroid antara lain hormone androgen dan hormone estrogen. Kedua hormone ini tidak terlalu penting apabila dalam keadaan normal. Hal itu terjadi karena letak utama dari kedua hormone tersebut adalah di penis untuk hormone androgen, serta di ovarium untuk hormone estrogen.

Steroid seks adalah subset dari hormon seks yang menghasilkan perbedaan jenis kelamin atau dukungan reproduksi . Mereka termasuk androgen , estrogen, dan progestagens.
Hormon-hormon steroid alami umumnya disintesis dari kolesterol dalam gonad dan kelenjar adrenal . Bentuk-bentuk hormon adalah lipid . Mereka dapat melewati membran sel karena mereka larut dalam lemak, dan kemudian mengikat reseptor hormon steroid yang mungkin nuklir atau sitosol tergantung pada hormon steroid, untuk membawa perubahan dalam sel. Hormon steroid umumnya dilakukan dalam darah terikat dengan operator tertentu protein seperti hormon seks pengikat globulin atau kortikosteroid-binding globulin . Konversi lebih lanjut dan katabolisme terjadi di hati, di lain "perifer" jaringan, dan dalam jaringan target.
(Siti Raihan. 26 November 2012. Makalah Steroid. http://sitiraihan1993.blogspot.com/2012/11/makalah-steroid.html, Diakses 7 desember 2013)
Sekresi hormone oleh kelenjar endokrin dapat distimulasi atau dirangsang, bahkan bisa juga dihambat oleh hormone yang sejenis. Selain sejenis, hormone yang mempunyai kadar sama dan sama-sama diproduksi dalam darah juga dapat memacu maupun menghambat kerja hormone. Selain itu, dapat pula sekresi terhambat karena gangguan factor lain. Yaitu senyawa yang mirip hormone. Baik senyawa yang diproduksi dalam kelenjar itu sendiri, maupun di kelenja endokrin lainnya. Juga bisa dipengaruhi factor nonhormon seperti zat-zat makanan. Misalnya glukosa atau kalsium.
Mekanisme control umpan balik juga terlibat dalam stimulasi atau inhibisi (penghambatan) sekresi hormone. Mekanisme control umpan balik dibagi menjadi dua, yaitu :
Umpan balik negative
Jika terjadi peningkatan kadar zat hormone atau nonhormon dalam darah, maka akan mengakibatkan inhibisi sekresi hormone selanjutnya.
Umpan balik positif
Jika terjadi inhibisi kadar zat hormone atau nonhormon dalam darah, maka akan mengakibatkan stimulasi sekresi hormone selanjutnya.
Pelepasan hormone dari kelenjar endokrin juga dapat distimulasi oleh impuls saraf yang menjalar di sepanjang serabut saraf dan langsung berakhir pada sel kelenjar. Atau seperti pada bagian posterior kelenjar hipofisis, distimulasi oleh neurosekresi yang telah tersimpan di dalam kelenjar sebagai hormone.
Perlu diingat bahwa hormone steroid merupakan hormone yang berasal dari kolesterol. Hormone steroid mencakup hormone korteks adrenal dan hormone gonad. Hormone korteks adrenal misalnya kortisol, aldosteron, dan hormone steroid seks adrenal). Hormone gonad misalnya hormone seks steroid ovarium (estrogen) dan hormone steroid seks testis (androgen).
Hormon steroid cenderung memiliki sifat-sifat yang sama seperti lipid. Karena steroid sendiri termasuk dari golongan lipid. Hormon steroid cenderung mudah larut dalam pelarut-pelarut lipid. Seperi kloroform misalnya. Steroid sendiri juga termasuk dari molekul lipid yang besar. Susunan steroid bukan terdiri dari rantai hidrokarbon. Melainkan dari empat cincin yang bergabung. Empat cincin tersebut merupakan inti steroid yang dapat mengikat beragam gugus fungsional.
Mekanisme Aksi Seluler Hormon-Reseptor Steroid sampai dengan Respon Seluler Fisiologisnya
            Hormon merupakan bahan kimia organic yang dibebaskan pada waktu khusus dalam jumlah kecil. Hormone akan dikeluarkan oleh sel-sel endokrin ke dalam cairan jaringan atau system vascular. Pada umumnya, hormone akan member efek pada tempat yang agak jauh dari tempat sekresinya, atau yang lazimnya disebut organ sasaran atau organ target. Hormone terdiri dari berbagai mecam. Diantaranya adalah hormone polipeptida yang terdiri dari hormone tiriod dan hormone steroid.
Steroid, merupakan senyawa lipid larut-lemak yang disintesis dari kolesterol. Zat ini diproduksi oleh ovarium, testis, plasenta, dan bagian luar kelenjar adrenal, serta testosterone, estrogen, progesterone, aldosteron, dan kortisol. Zat ini akan bersirkulasi dalam plasma yang mentranspor protein dalam tubuh.
Hormon-reseptor steroid, dapat ditemukan di membrane plasma. Yaitu di daerah sitosol, maupun di bagian inti sel atau nucleus dari sel target. Secara umum, hormone-resptor steroid merupakan reseptor intraselular yang tentunya, daerah ayau wilayah kerjanya adalah di dalam sel. Hormon steroid merupakan salah satu jenis hormone polipeptida. Hormone steroid, mempunyai keterlibatan dalam proses aktivasi gen. Dimana dari proses aktivasi gen inilah akan melibatkan system reseptor intraselular.


            Mekanisme kerja hormone steroid, diawali dari hormone steroid yang melewati membrane sel. Kemudian, hormone steroid masuk ke dalam area sitoplasma sel. Hormone steroid menuju ke daerah sitoplasma karena hormone akan menuju ke sel targetnya.. Kemudian, hormone steroid akan berikatan dengan reseptornya . Reseptor hormone terdapat pada sitoplasma sel. Setelah hormone dan reseptor berikatan, maka terjadilah kompleks hormone-reseptor steroid. Dengan adanya kompleks hormone-reseptor steroid ini, dengan atau tanpa modifikasi akan ditransportasikan ke area kerja hormone atau bisa disebut sebagai side of action.
            Side of action terdapat di dalam inti sel, yaitu tepatnya pada kromatin inti. Kemudian, side of action akan berikatan dengan suatu bagian spesifik dari kromatin inti sel. Ikatan antara side of action dengan bagian tersebut, akan menstimulasi atau merangsang proses transkripsi RNA ( messenger ribonucleic acid) yang baru. Proses stimulasi ini melalui sebuah mekanisme baru yang belum bisa diketahui. Proses stimulasi transkripsi RNA akan menghasilkan proses sintesis protein baru. Selain itu, akan terjadi beberapa hal yang berhubungan dengan penghambatan sistesis protein. Hal itu terjadi sesuai dengan fungsi tiap-tiap sel target. Contoh hormone steroid adalahadrenokortikosteroid. (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004).
                        Hormon steroid dapat menimbulkan efeknya melalui mekanisme dasar yang menyatukan induksi sintesis protein yang baru pada  sel targetnya. Protein yang diinduksi ini merupakan hormon itu sendiri atau molekul lain yang penting untuk fungsi sel. Misalnya seperti enzim. Protein yang baru disintesis itulah yang bertanggung jawab sepenuhnya pada aktivitas hormon steroid. Dari proses sebelumnya yang menghasilkan kompleks hormon reseptor, akan menghasilkan suatu perubahan. Kompleks hormon-reseptor akan secara berurutan dipindahkan ke nukleus dan akan berikatan dengan DNA.
                        Terdapat tiga domain struktural penting pada setiap reseptor hormon steroid. Hal itu juga berhubungan dengan fungsi molekul. Diantaranya adalah pengikatan hormon steroid, pengikatan DNA, dan promosi transkripsi gen. Oleh karena itu, tidak mengejutkan apabila semua reseptor hormon steroid memiliki kesamaan struktur yang nyata pada level cetakan DNA (copy DNA).
                        Ekspresi gen yang diatur oleh hormon steroid dikontrol oleh empat elemen spesifik. Yaitu promotor, enhancer responsif steroid, silencer, dan enhancer yang tidak tergantung pada hormon. Enhancer responsif steroid merupakan tempat pengikatan DNA untuk kompleks reseptor steroid yang teraktivasi dan diketahui sebagai elemen respon steroid. Dimana elemen respon steroid sangat penting dan digunakan untuk menentukan spesifitas steroid.
                        Hormon steroid diangkut dalam aliran darah secara terikat dengan protein spesifik. Pengikatan tersebut spesifik, layaknya enzim dengan substrat. Steroid dapat diekskresikan melalui urin dan empedu. Sebelum dieliminasi, steroid yang aktif akan dikonjugasikan sebagai sulfat. (Heffner, Linda J., Schust, Danny J., 2005).
            Hormon steroid merupakan salah satu hormone-hormon yang diisolasi dari daerah korteks suprarenal.. lebih dari empat puluh jenis steroid telah diisolasi dari korteks suprarenal ini. Namun, dari empat puluh jenis steroid, hanya beberapa dari steroid ini yang dapat dideteksi dalam darah. Yaitu tepatnya di pembuluh darah vena yang jalurnya meninggalkan kelenjar suprarenal. Seharusnya, karena meninggalkan kelenjar suprarenal, tentunya dalam darah yang diangkut oleh pembuluh darah vena terdapat macam-macam hormone steroid yang memang diisolasi di daerah korteks suprarenal. Namun hal itu tidak terjadi, karena hormone-hormon lainnya sedang melakukan tahap sistesis hormone. Sehingga tidak terbawa pada pembuluh darah vena yang meninggalkan daerah korteks suprarenal.
            Secara umum, hormone steroid terbagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu :
 
1.     Mineralokortikoid
Dari hormone steroid kelompok mineralokortikoid, hormone steroid yang paling penting adalah hormone aldosteron. Hormone aldosteron merupakan hormone  yang bekerja di daerah ginjal, tepatnya pada tubula distal pada nefron ginjal. Hormone aldosteron dihasilkan pada kelenjar adrenal. Fungsi hormone aldosteron dalam tubuh adalah untuk membantu mengatur keseimbangan garam dan air. Yakni dengan cara menahan garam dan air, serta dengan membuang kalium.
2.     Glukokortikoid
Yang termasuk dalah hormone glukokortikoid adalah kortisol, atau hidrokortisol. Sedikitnya, 85 % aktivitas glukokortikoid yang berasal dari sekresi adrenokortikal, merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup penting, diatur oleh kortikosteron.
Hormon glukokortikoid memiliki mekanisme kerja seluler sebagai berikut. Yaitu dimulai dari hormone masuk ke dalam sel melalui membrane sel, lalu hormone berikatan dengan reseptor protein yang terdapat pada sitoplasma. Kemudian setelah terbentuk kompleks hormone-reseptor, maka kompleks akan berinteraksi dengan urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut sebagai respon glukokortikoid. Lalu, glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA. Jadi, secara garis besar, system kerjanya samam dengan hormone steroid pada umumnya.
Hormon kortisol, memiliki efek terhadap metabolism-metabolisme zat-zat yang terdapat pada tubuh. Antara lain pada metabolisme karbohidrat. Kortisol dapat merangsang glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot.  Selain itu, juga dapat memengaruhi penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH menjadi NAD+ .  Serta untuk meingkatkan kadar glukosa darah dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Selain itu, kortisol juga memiliki efek terhadap metabolisme protein yang terjadi di dalam tubuh. Antara lain untuk pengurangan protein sel. Kortisol juga dapat meningkatkan protein hati dan protein plasma. Kortisol juga dapat meningkatkan kadar asam amino dalam darah. Jadi, sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer.
Kortisol juga dapat mengakibatkan obesitas. Hal itu dikarenakan jumlah kortisol yang berlebihan karena penumpukan lemak yang berlangsung berlebihan. Kortisol pun penting dalam mengatasi stress dan peradangan atau inflamasi. Karena kortisol dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar yang tinggi. Mekanisme terjadinya yaitu kortisol akan menstabilkan membrane lisosom. Selain itu, kortisol akan menurunkan permeabilitas kapiler. Kemudian menurunkan proses migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan daerah yang memiliki fagositosis rusak. Kortisol akan membantu menekan system imun, sehingga menekan  produksi limfosit. Serta dapat menurunkan deman, karena kortisol akan mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih.
Hormon Laki-laki
Hormon Perempuan

(shalehah165. 02 May 2013. Mekanisme Aksi Seluler Hormon-Reseptor Steroid hingga Respon Seluler Fisiologisnya. http://katahatimutiara.wordpress.com/2013/05/02/mekanisme-aksi-seluler-hormon-reseptor-steroid-hingga-respon-seluler-fisiologisnya/, Diakses 7 desember 2013)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar