Senin, 02 Desember 2013

Penentuan Struktur Alkaloid



Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilat putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75) atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80°C) atau alkohol panas (1:25 pada 60°C) (Wilson and Gisvold, 1982). Berikut ini adalah struktur dari kafein :
Gambar 1. Struktur Kafein
3. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy secara relative jika energy tersebut ditransmisikan atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Prinsip dasar dari suatu spektrofotometer adalah penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Jenis-jenis spektrofotometer :
  • berdasarkan pada  daerah spektrum yang akan   dieksporasi, terdiri dari :
a. Spektrofotometer sinar tampak (Vis).
b. Spektrofotometer sinar tampak (Vis) dan ultraviolet (UV).
  • berdasarkan teknik optika sinar, terdiri dari :
a. Spektrofotometer optika sinar ganda (double beams optic).
b. Spektrofotometer optika sinar tunggal (single beams optic).
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbansi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, S.M, 2002)
Skema konstruksi spektrofotometer :
Ketika cahaya putih dilewatkan dalam suatu substansi maka setiap warna cahaya yang dipantulkan akan memiliki panjang gelombang yang berbeda. Berkas cahaya tersebut diasumsikan sebagai warna komplemen dari panjang gelombang yang diserap. Hal tersebut dapat dilihat dari diagram lingkaran berikut:
 Mekanisme kerja dari spektrofotometer pada dasarnya adalah memencilkan cahaya menjadi monokromatik, yang kemudian cahaya tersebut dilewatkan pada suatu sampel yang akan diukur kekuatan radiasinya. Jika P merupakan banyaknya sinar – sinar yang diteruskan oleh larutan sampel dan Po merupakan banyaknya sinar yang diserap, maka ratio P/Po dapat kita sebut sebagai transmitansi. % Transmitansi dapat dituliskan sebagai berikut:
 Selain mengukur transmitansi, spektrofotometer pada dasarnya adalah untuk mengukur absorbansi sampel karena adanya interaksi atom, molekul, dan ion pada sampel tersebut. Secara matematis kita dapat menuliskan hubungan antara Transmitansi sebagai berikut:
A = Log (1/T) = -Log T
Panjang gelombang yang diserap oleh sampel dari sejumlah cahaya yang diberikan akan sebanding dengan konsentrasi sampel dan ketebalan larutan sampel. Secara matematis hubungan ini diberikan oleh hokum Lambert – beer:
A = £bc
Dimana: £ = absorptivitas molar (L.cm-1.mol-1)
b = ketebalan kuvet (cm)
c = konsentrasi (molL-1)
Spektrofotometri  UV  digunakan  untuk  senyawa  organik  yang  berhubungan dengan  transisi elektronik pada tingkat–tingkat energi elektron tertentu. Biasanya


senyawa yang terukur mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi. Nikotin mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi pada cincin piridinnya. Hasil spektrum UV dari ekstrak daun tembakau dapat dilihat pada gambar 9.


Gambar 9. Spektrum UV-Vis dari ekstrak daun tembakau
Dari gambar  spektrum  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  ekstrak  daun  tembakau mempunyai  panjang  gelombang  206  nm  dan  262  nm.  Dari  literatur  diperoleh panjang gelombang  maksimum cincin piridin adalah 251 nm (π→π*) dan 270 nm (n→π*) dalam  etanol.  Perbedaan  serapan  maksimum  mungkin  disebabkan  oleh perbedaan pelarut yang digunakan.

Permasalahan:
Bagaimana mekanisme pelarut dalam mempengaruhi serapan maksimum pada Spektroskopi UV?

3 komentar:

  1. Suatu senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya biasanya dalam bentuk encer. Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer UV adalah pelarut yang tidak mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV.

    Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah etanol karena sifatnya yang transparan terhadap UV di atas 210 nm. Selain itu heksana (transparan di atas 210 nm), air (transparan di atas 205) dan dioksana juga sering digunakan sebagai pelarut pada spektrofotometer UV.
    pelarut yang digunakan pun harus sesuai prinsipnya dg zat yg akan dilarutkan, karena Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa.

    Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil. untuk mekanismenya saya belum mengetahuinya secara pasti. trims

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Menurut saya, Suatu senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya dengan spektroskopi UV biasanya dalam bentuk encer dengan menggunakan pelarut yang tidak mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV. Contohnya yaitu etanol dan heksana karena sifatnya yang transparan terhadap UV di atas 210 nm, air (transparan di atas 205) dan dioksana. Air dan etanol termasuk pelarut polar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar sedangkan heksana termasuk pelarut nonpolar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, sesuai prinsip “Like Dissolve Like“.
    Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa. Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil.
    Umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar dari keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun. Akibatnya transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi yang lebih kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian pelarut heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang lebih besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.

    BalasHapus