Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air
atau alkohol tidak
terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai
jarum mengkilat putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air
(1:50), alkohol (1:75) atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter.
Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80°C) atau alkohol panas (1:25 pada
60°C) (Wilson and Gisvold, 1982). Berikut ini adalah struktur dari kafein :
Gambar 1. Struktur Kafein
3. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer
sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu
dan fotometer adalah pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy secara
relative jika energy tersebut ditransmisikan atau direfleksikan sebagai fungsi
dari panjang gelombang.
Prinsip dasar dari suatu
spektrofotometer adalah penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Jenis-jenis spektrofotometer :
- berdasarkan pada daerah spektrum yang akan dieksporasi, terdiri dari :
a. Spektrofotometer sinar tampak
(Vis).
b. Spektrofotometer sinar tampak
(Vis) dan ultraviolet (UV).
- berdasarkan teknik optika sinar, terdiri dari :
a. Spektrofotometer optika sinar
ganda (double beams optic).
b. Spektrofotometer optika sinar
tunggal (single beams optic).
Suatu
spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak kontinyu, monokromator,
sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur
perbedaan absorbansi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, S.M,
2002)
Skema konstruksi spektrofotometer :
Ketika
cahaya putih dilewatkan dalam suatu substansi maka setiap warna cahaya yang
dipantulkan akan memiliki panjang gelombang yang berbeda. Berkas cahaya
tersebut diasumsikan sebagai warna komplemen dari panjang gelombang yang
diserap. Hal tersebut dapat dilihat dari diagram lingkaran berikut:
Mekanisme
kerja dari spektrofotometer pada dasarnya adalah memencilkan cahaya menjadi
monokromatik, yang kemudian cahaya tersebut dilewatkan pada suatu sampel yang
akan diukur kekuatan radiasinya. Jika P merupakan banyaknya sinar – sinar yang
diteruskan oleh larutan sampel dan Po merupakan banyaknya sinar yang diserap,
maka ratio P/Po dapat kita sebut sebagai transmitansi. % Transmitansi dapat
dituliskan sebagai berikut:
Selain
mengukur transmitansi, spektrofotometer pada dasarnya adalah untuk mengukur
absorbansi sampel karena adanya interaksi atom, molekul, dan ion pada sampel
tersebut. Secara matematis kita dapat menuliskan hubungan antara Transmitansi
sebagai berikut:
A = Log (1/T) = -Log T
Panjang
gelombang yang diserap oleh sampel dari sejumlah cahaya yang diberikan akan
sebanding dengan konsentrasi sampel dan ketebalan larutan sampel. Secara
matematis hubungan ini diberikan oleh hokum Lambert – beer:
A = £bc
Dimana: £ = absorptivitas molar
(L.cm-1.mol-1)
b = ketebalan kuvet (cm)
c = konsentrasi (molL-1)
Spektrofotometri
UV
digunakan
untuk senyawa organik yang
berhubungan
dengan transisi elektronik pada tingkat–tingkat energi elektron tertentu.
Biasanya
senyawa yang terukur
mempunyai ikatan rangkap
terkonjugasi. Nikotin
mempunyai ikatan rangkap
terkonjugasi pada cincin piridinnya. Hasil spektrum UV dari ekstrak daun tembakau dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar
9. Spektrum UV-Vis dari ekstrak daun
tembakau
Dari gambar spektrum di atas dapat
dilihat
bahwa
ekstrak
daun
tembakau
mempunyai
panjang
gelombang 206 nm dan 262 nm.
Dari
literatur diperoleh panjang gelombang
maksimum cincin piridin adalah 251 nm (π→π*) dan 270 nm (n→π*) dalam etanol. Perbedaan serapan
maksimum
mungkin
disebabkan
oleh
perbedaan pelarut yang digunakan.
Permasalahan:
Bagaimana
mekanisme pelarut dalam mempengaruhi serapan maksimum pada Spektroskopi UV?
Suatu senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya biasanya dalam bentuk encer. Pelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer UV adalah pelarut yang tidak mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV.
BalasHapusPelarut yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah etanol karena sifatnya yang transparan terhadap UV di atas 210 nm. Selain itu heksana (transparan di atas 210 nm), air (transparan di atas 205) dan dioksana juga sering digunakan sebagai pelarut pada spektrofotometer UV.
pelarut yang digunakan pun harus sesuai prinsipnya dg zat yg akan dilarutkan, karena Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa.
Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil. untuk mekanismenya saya belum mengetahuinya secara pasti. trims
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMenurut saya, Suatu senyawa yang diukur atau akan ditentukan strukturnya dengan spektroskopi UV biasanya dalam bentuk encer dengan menggunakan pelarut yang tidak mengabsorbsi atau transparan pada panjang gelombang UV. Contohnya yaitu etanol dan heksana karena sifatnya yang transparan terhadap UV di atas 210 nm, air (transparan di atas 205) dan dioksana. Air dan etanol termasuk pelarut polar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar sedangkan heksana termasuk pelarut nonpolar sehingga dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar, sesuai prinsip “Like Dissolve Like“.
BalasHapusPenggunaan pelarut dengan kepolaran yang berbeda menyebabkan posisi puncak absorbsi suatu senyawa bergeser. Dengan kata lain kepolaran pelarut berpengaruh pada lmaks suatu senyawa. Kepolaran pelarut mempengaruhi λmaks karena kepolaran molekul biasanya berubah jika suatu elektron bergerak dari satu orbital ke orbital lainnya. Pengaruh pelarut biasanya mencapai hingga 20 nm jika digunakan pelarut senyawa-senyawa karbonil.
Umumnya transisi π→π* menghasilkan keadaan tereksitasi yang lebih polar dari keadaan dasar molekul itu. Interaksi dipol-dipol antara molekul dalam keadaan tereksitasi dengan molekul-molekul pelarut yang polar, menyebabkan tingkat energi molekul dalam keadaan tereksitasi menjadi turun. Akibatnya transisi π→π* suatu molekul dalam pelarut polar memerlukan energi yang lebih kecil dari transisi π→π* molekul itu dalam pelarut nonpolar. Pergantian pelarut heksana dengan etanol menggeser lmaks suatu senyawa ke nilai yang lebih besar dengan pergeseran sebesar 10–20 nm.